MAKALAH
Dampak Globalisasi Bagi Pendidikan
Kelompok :
MA ABADIYAH
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu
proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.
Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada
suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa
di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung
melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di
semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama
pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor
pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan
komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar
luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari
kehadirannya, terutama dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia
membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia
dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem
pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang
dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti
bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu
berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi
baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi
pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja
berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga
kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan
diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN,
mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang
siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Secara umum, rumusan
masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan” ini dapat
dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut :
1. Apa
Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan ?
2. Apa
Penyebab Buruk Pendidikan di Indonesia ?
3.
Bagaimana Penyesuaian pendidikan Indonesia di era Globalisasi ?
4. Mengapa
Globalisasi Penting bagi pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaruh Globalisasi Terhadap Pendidikan
Perkembangan dunia
pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan
globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar
bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka
peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke
Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus
dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan
memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta
memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita
dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk
terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkanDampak positif dan
negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam
poin-poin berikut:
1.
Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
- Pengajaran Interaktif
Multimedia
Kemajuan teknologi akibat
pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan.
Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis
teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan
sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara
dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi.
Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar
hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau
pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu,
ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk
sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung
menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi
mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005)
yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus
kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil
belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali,
mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
- Perubahan Corak
Pendidikan
Mulai longgarnya kekuatan
kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan
institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia
politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan.
Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan
paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis.
Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri
yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses
Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi
seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan
ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang
berjuauhan tempat tinggalnya.
Pembelajaran
Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat
kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan
siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal
pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di
kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan
pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses
belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di
depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang
siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa
tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta
sendiri.
2.
Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
- Komersialisasi
Pendidikan
Era globalisasi mengancam
kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan
utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah
tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya
“Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan
kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid
ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens.
Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil,
bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).
.
- Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai
sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak
negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh
negative bertebaran di internet. Misalnya: kebencian, rasisme, kejahatan,
kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia,
dan pelecehan sek-sual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa.
Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui
internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang siswi SMA di
Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia
kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses
belajar mengajar.
- Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak
globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri
siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam
proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
B.
Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
1.
Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem
pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang
sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No.
20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu
(umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini
tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan
umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan
manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan
perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan,Sekularisasi
pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan
pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum
melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum
dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat
bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan
dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa
yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap
secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat
minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang
sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi
melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu
terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama.
Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya.
Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai
ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan
teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang
mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor
modern.
2.
Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu
mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka
menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi
membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin
mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah
yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai
sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang
merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya,
pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite
sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai
keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena
komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk
dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status
pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi
ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara
mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik
badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Privatisasi atau semakin melemahnya
peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan
kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia
sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong
privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti
pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen
(Kompas, 10/5/2005).
Koordinator LSM Education
network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa
dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi
komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan
pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk
menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan
mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.
Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan
berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan
status sosial, antara kaya dan miskin.
Pendidikan berkualitas
memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh
pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan
bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung
jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah
untuk ‘cuci tangan’. Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan bahwa
“mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan
menjadi bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
tidak membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun,
pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila
sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk
pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa
mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi
kepentingan pribadi maupun golongan.”
3.
Kualitas SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional yang
sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin
memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika dibandingkan dengan
Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan segudang
masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas
SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM
yang mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan
pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang
India mendapat posisi bergengsi di pasar Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di
beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera
diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk
tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita
masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama
dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya
membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang
baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang
pendidikan non formal.
C.
Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa takaran dan
ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap
tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut.
Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki
potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya
pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu
menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita
menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita
optimis bahwa masih ada peluang.Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini
adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada
pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah.
Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting
dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah
melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan
sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah
dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang
menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang
lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran
kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas
gelombang globalisasi ini.Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah
visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership
(kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari
transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang
juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk
mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit
kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam
globalisasi.
D.
Pentingnya Globalisasi pada Pendidikan
Karena Globalisasi sangat
erat kaitannya dengan pendidikan yang didalamnya terdapat proses mempengaruhi
dalam segala bidang terutama dalam ranah pendidikan, yang berimbas pada
nlai-nilai moral, sosial, budaya dan kepribadian yang dapat berdampak positif
dan negatif. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan
mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus
melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem
pendidikan yang lebih komperehensif dan fleksibel. Dan dalam merespon
globalisasi, kita hendaknya tidak terjebak ke dalam sikap-sikap ekstrem,
mendukung dan menerimanya tanpa reserve atau menolaknya mentah-mentah. Akan
tetapi, hendaknya kita bisa bersikap lebih kritis dan kreatif dengan melakukan
penelaahan terhadap setiap sisi dari globalisasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demikianlah yang dapat
kami(penyusun) sampaikan mengenai materi yang telah menjadi bahasan dalam
makalah ini. Tentu juga makalah ini bayak kesalahan karena terbatasnya
pengetahuan kami(penusun) serta rujukan atau referensi yang kami(penyusun) peroleh.
Kami berharap kritik dan saran yang bersifat membangun dan lugas dari pembaca
untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi
pembaca.
B.
Saran
Penulis memberikan saran yang ditujukan untuk :
a. Masyarakat
agar para orang tua memperhatikan kepentingan anaknya
dalam hal pendidikan sehingga pendidikan berjalan dengan lancar.
b. Pemerintah
Pemerintah harus menggarkan dana yang cukup untuk
keperluan pendidikan dan menambah beasiswa bagi guru untuk training.
No comments:
Post a Comment